image
Schutzie's Blog
image image image image
Minggu, 17 Agustus 2008

Masih terlalu pagi sebenarnya untuk keluar sendirian menuju halaman kastil. Tapi apa boleh buat, Schutzie tak betah berdiam diri di kandang bawah tanahnya yang pengap dan ia sudah terlatih untuk selalu bangun pagi hari lalu berjoging ria di Gelora Senayan sambil mendengarkan musik rock n’ roll dari walkmannya. Sayangnya, ini bukan Indonesia. Dan akan tampak sangat ‘cupu’ bila Schutzie berkeliaran di halaman kastil dengan hotpants ngejreng yang dimix dengan kaos tabrak motif plus aksesoris bandana yang warnanya gila-gilaan. Detik berikutnya, akan ada banyak anak yang mengelilingimu sambil bersorak 'orang gila..orang gila’ dan bertepuk tangan. Nightmare.

Maka dengan berat hati, Schutzie harus meninggalkan rutinitas hariannya itu dan kembali pada realita bahwa dia sekarang tidak di Indonesia, melainkan jauh entah dimana berada terpisah tujuh samudera demi tuntutan menuntut ilmu dan harus memakai jubah kebesaran a la Hogwarts. Homesick tentu saja, mengingat di Hogwarts ini Schutzie belum punya teman dekat yang --mungkin-- bisa mengurangi rasa sepinya. Sudahlah. Toh ini impian Schutzie sejak dahulu kala. Dia sudah bertekad bulat sempurna untuk mengubah sikap kekanak-kanakannya yang senantiasa menjadi bahan olok-olokan Timothy menjadi gadis --super duper ultra mega-- berani dan mandiri.

Semilir angin membelai lembut kulit pucat Schutzie. Titisan darah MaCbeth, kata topi bulukan yang tempo hari menyeleksi Schutzie. Tepat. Karena kulit putih dan mata bulat itu adalah sumbangan hormon dari ayahnya yang memang keturunan leluhur MaCbeth di negeri Belanda sana. Tapi bila kau pikir bahwa Schutzie adalah Little Missy yang gemar berleha-leha dengan lebih dari satu ajudan yang mengekor di belakangnya, maka kau salah total. Karena seperti yang sudah diterapkan oleh Bunda sejak dahulu kala, Schutzie harus jadi makhluk independent yang tidak bergantung pada siapapun. Termasuk grootmoeder – nenek tua bangka yang gemar sekali mendoktrin ini itu dari balik singgasananya. Tapi Schutzie tak benci padanya kok. Hanya jengah melihat nenek dari pihak Ayahnya itu yang selalu memakai gaun --boneka Barbie-- dan sanggul --setinggi monas-- yang tak pernah absen nangkring di kepalanya. Schutzie tersenyum kecil mengingat keluarganya. Semoga semuanya baik-baik saja, di manapun. Termasuk Timothy – orang pertama yang akan Schutzie jadikan kelinci percobaan mantranya. Cruciatus boleh juga.

Matahari mulai mengintip malu-malu dari apa yang tampak seperti garis kasat mata di seberang sana. Sinarnya bersemburat dengan cahaya keemasan. Indah. Schutzie duduk menggelandang begitu saja. Bersandar di salah satu pohon sambil menghirup segarnya udara bebas polusi ini. Masih banyak waktu untuk bersenang-senang sebelum bertemu lagi dengan tampang-tampang dingin teman seasramanya. Slytherin? Schutzie nyaris tak percaya sekaligus bangga masuk ke sana. Tapi ia harus banyak belajar – bagaimana caranya menjadi orang yang berwajah masam setiap saat serta mencela dengan penuh ‘sopan santun’. Yeah. Itu perlu, untuk menjaga keeksistensiannya di asrama Slytherin.

“Siapapun kau yang di sana! Ke sinilah! I wanna be a cruel lady. Berminat mengajariku?,” teriaknya sembarangan. Cuih! Ngomong apa Schutzie berusan? Semoga tak ada yang mendengar, karena sepertinya – dia hanya sendiri.

But who knows?



***


Setelah berteriak seperti troll kesurupan, Schutzie menepuk jidatnya sendiri. Damn. Dia ternyata tidak sendiri and what the – seorang gadis Asia yang memegang kamera segede gaban menoleh ke arahnya. Schutzie hanya nyengir kuda tanpa merasa bersalah sedikitpun. Memang dia tak berniat menganggu kan? Itu hanya teriakan asal-asalan saja. Sebagai bentuk euphoria seorang bocah yang nyasar masuk Slytherin agung karena topi bulukan tempo hari keseleo lidah. O’o. Schutzie tak menyangka akan ada makhluk lain di halaman kastil selain dirinya yang --kali ini mengakui-- sedemikian idiotnya ini. Dan lebih tidak terduga lagi ketika Senior Slytherin bermata hijau dan berambut Brunette serta disinyalir kuat menderita anoreksia saking kurusnya, datang menghampiri Schutzie. Kemudian bertanya dengan polosnya apakah Schutzie punya masalah kepribadian?

Jari tengah Merlin! Ini diluar dugaan sama sekali. Baru saja Schutzie hendak membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan gadis anoreksia itu, seseorang datang lagi. Kali ini gadis manis --Slytherin-- berambut ikal panjang berwarna gelap yang juga menyiratkan maksud yang sama. Menganggap-Schutzie-gadis-autis-teramat-sangat. Gotcha! Mampus kau, Schutzie. Masih ada juga kah asuhan Lord Salazar yang perduli pada nasib naas yang menimpa Schutzie malang ini? Gimme reason to correct something. Ralat! Glek! Schutzie belum sempat berargumentasi lagi ketika seseorang ikut ambil bagian untuk membego-begokan Schutzie. Kali ini lelaki dan seenak jidat ia berpetuah bahwa Schutzie salah tempat dan seharusnya pergi ke Azkaban. What? Oke kalau begitu mari kita semua para pupuk bawang Slytherin berbondong-bondong ke Azkaban untuk meminta ilham dan berguru kepada para Dementor tentang bagaimana caranya menjadi asuhan Salazar yang sebenarnya. Idiot!

Ingin rasanya Schutzie berteriak dan menggelar jumpa pers untuk mengklarifikasi bahwa dia tidak serius. Be a cruel? Oh mai Salazar. Itu adalah hal paling stupid diantara hal teridiot yang akan Schutzie lakukan. Okelah, tadi dia memang berniat ingin belajar menjadi --cruel-- seperti senior-senior Slytherinnya di kompartemen penyamun. Tapi kan tidak serius? Dan bukan seperti ini caranya? Cukup sudah pelajaran dari Senior Prefek Dietr – Distrik dan Senior Amakusa tempo hari. Itu sudah mencakup teori dan praktek untuk menjadi cruel. Tapi ada benarnya juga kata Senior Slytherin berambut hitam tadi. Slytherin is slick and smart. Yeah, except Schutzie tentu saja.

Schutzie masih bingung bagaimana merangkum kata-kata agar wajah-wajah ‘iba’ dihadapannya ini mengerti bahwa tadi itu hanya sekedar joke ‘ringan’ di pagi hari -- ketika sosok narsis dengan kepala botak menterengnya datang sambil mengumumkan pada dunia bahwa Schutzie adalah gadis bar-bar. Well. Good job, Silver. Semakin banyak saja yang datang. Seorang Senior --Slytherin lagi-- baru saja bergabung. Melipat tangannya sambil tersenyum sinis dan tak lupa embel-embel crazy yang Schutzie tahu itu sederajat dengan autis. Kemudian datang lagi seorang bocah seusia Schutzie yang meskipun menyiratkan raut tidak tertarik, tapi tetap ikut andil sambil sesekali melirik Silver. Jangan dekat-dekat dia, Miss. Dia berbahaya sekali teramat sangat, hati kecil Schutzie histeris.

Ini sudah melenceng terlalu jauh. Lakukan sesuatu atau harga dirimu akan terperosok jauh ke dalam inti perut bumi! Schutzie menggeleng-geleng lemah, menggigit ujung bibir bawahnya sambil mundur perlahan. Mengatur mimik wajahnya agar tidak tampak seperti [censored] baboon. Mustahil. Oke. Pasti ini bisa teratasi. Semakin cepat semakin baik. Sebelum para Senior yang lebih ahli sejenis Mister Prefek Dietr – err Distrik datang dan memberi hukuman di hari pertama Schutzie yang seharusnya indah ini. Nightmare.

“Itu hanya candaan bocah seusiaku, Senior. Jangan diambil pusing! Biasalah – bagi anak belasan sepertiku, itu hanya bentuk ungkapan ‘yes-aku-masuk-Slytherin’. Dan aku tidak ada masalah dengan kepribadian. Jadi, selesai. Tapi aku acungkan jempol untuk Mister err -,” Schutzie menoleh pada lelaki yang tadi menganjurkannya mengunjungi Azkaban. “Itu saran yang jitu untuk pupuk bawang Slytherin sepertiku. Dan semuanya, salam kenal! Aku Schutzie,” Schutzie mengembangkan senyum tololnya ke setiap sosok yang mengamatinya dengan seksama. Kecuali Silver tentu saja. Tak ada senyum untuk botak satu itu. Tapi Schutzie melirik juga dan terkikik geli melihat tiga goresan merah di pipi Silver.

“Mendapat serangan dari gadis barbar lainnya, eh Senior Silver? Well, tak heran,” ujar Schutzie dengan tampang kasian-deh-loe.

Enjoy it, botak!


***



Apa yang terjadi setelah Schutzie berkoar-koar bahwa semuanya hanya bercanda? Well – sulit ditebak karena Senior err – pukul aku sekarang! McFaddden. Ayolah, Schutzie pernah mendengar nama itu entah dimana baru-baru ini. Schutzie berpikir keras, menguras otaknya yang sudah mampet agar bisa mengingat sedikit saja tentang Senior McFaddden. Dia yakin pernah mendengar nama seniornya itu disebut-sebut. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Ck ck ck…..come on Schutzie! Jangan pelihara dan membiarkan sifat pikunmu itu beranak pinak! McFadden. McFadden. McFadden. Oh sudahlah, tak bisa dipungkiri Schutzie memang penderita pikun akut.

“Absolute, Miss. Dan suatu kebanggaan tersendiri kau bisa mengeja namaku. Biasanya orang-orang memanggilku Sussi atau apalah. Senang berkenalan dengan anda, Senior McFadden,” jawab Schutzie dengan senyum terkembang. Senior McFadden tersenyum anggun ke arah Schutzie kemudian menepuk pundaknya pelan. Lord Salazar! Schutzie tak menyangka masih ada juga bibit ‘unggul’ seperti Senior McFadden di kandang ular Slytherin. Satu masalah selesai. Yeah setidaknya senior yang satu ini tidak secruel asuhan Salazar di kompartemen penyamun kemarin. Sepertinya keadaan sudah mulai aman. Sekarang Senior McFadden menyapa Mister Azkaban yang ternyata bernama Bloomberg? Ugh, nama yang aneh. Kenapa tidak sekalian Bombomcar saja? Lalu gadis berambut ikal itu juga tersenyum ramah ke arah Herdma – gadis yang tadi membego-begokan Schutzie dengan kata crazy.

Schutzie nyaris tertawa sambil berguling-guling ketika Senior McFadden, entah sengaja atau tidak – berkata bahwa sinar matahari sangat menyilaukan mata tepat saat mengerling ke arah Silver botak. Good job, Miss. Kemudian McFadden kembali mengerling ke arah seorang gadis penderita anoreksia dan menyebut kata Bau. Apa? Bau? Yang benar saja! Orang tua gadis anoreksia itu sadar tidak sih, kalo anaknya akan berpotensi menerima cemoohan bertubi-tubi dengan memberi nama seperti itu? Bau. Seolah tak ada nama lain saja.

Yeah, kini sinar matahari mulai sedikit meremang karena kekinclongan kepala botak Silver telah tertutup topi seperti apa yang didaulat oleh McFadden. Kemudian si botak itu berkoar-koar entah apa dan menyebut kata bar-bar lagi. Schutzie hanya terkekeh dan menoleh ke arah datangnya suara yang memanggil namanya. Angela? Ia tersenyum ke arah temannya itu lalu memintanya ikut bergabung dengan senior-senior Slytherin.

“Kemarilah Angela!” Schutzie menepuk-nepuk rumput di sampingnya agar Angela duduk di dekatnya. “Kau harus tahu siapa yang ada di sini. Tadaaa! Si botak kinclong mentereng! Ho ho ho. Sepertinya kalian berjodoh ya?” ujar Schutzie tak lupa lengkap dengan cengiran jahilnya. “Oh ya, dan mereka-mereka ini Senior Slyther–“

DHUAAARRRRR!!!

Argggghhhhhhhh.

Semuanya terjadi begitu cepat. Schutzie tak tahu bagaimana kronologisnya. Yang jelas, seseorang melemparkan sebuah entah-apa -- yang tepat mengarah kepada Schutzie -- kemudian meletus dan Tadaaa!!! Darah segar mengucur dari betis kanannya.

Oh. My. Lord. Salazar.

Sekali lagi, ARRRRRRGGGGHHHHHH !!!!



***


Katakan ini mimpi, kawan!

Siapakah gerangan yang sedemikian dendam kesumat hingga berniat membunuhnya bahkan sebelum ia sempat merasakan kelas Transfigurasi pertamanya? Teganya dirimu teganya teganya teganya. Oh. My. Lord. Salazar. Schutzie shock. Seandainya saja ia adalah nenek keriput lanjut usia, mungkin Schutzie sudah meninggal di tempat. Dan seandainya saja Schutzie sendirian di tempat ini, mungkin keadaannya juga tak beda jauh dengan hipotesa pertama tadi. Game over. Bayangkan, bagaimana seorang bocah polos (?) dan lugu (?) seperti Schutzie bisa menghandle insiden ini sendirian. Oh no! Schutzie masih butuh sosok kakak, sejujurnya. Ia masih berdiri di balik bayang-bayang seorang Timothy Axeladet. Orang yang paling ingin dimantrai sekaligus sosok yang paling diinginkannya saat ini. Setidaknya Timothy jauh lebih baik daripada si botak satu itu. Yeah, siapa lagi kalau bukan Silver? Helloh, dunia! Look at me! Hiks, Schutzie bergidik miris karena si botak itu menggendongnyaa dengan sigap seperti pasukan berani mati Irak.

Salahkanlah McFadden karena ia yang menyuruh si botak itu. Paling tidak begitulah kira-kira yang bisa ditangkap oleh telinga Schutzie. But anyway, Schutzie mengacungkan empat jempolnya untuk McFadden yang sedemikian heroiknya menghandle tragedi bom Slytherin ini. Schutzie sendiri tak bisa melihat semua rentetan tragedi setelahnya. Karena bocah itu sudah memutuskan akan lebih damai bila ia --berakting-- pingsan saja. Dengan demikian, Prefek Distrik --yang muncul seperti jelangkung-- tidak perlu repot-repot bertanya ini itu pada Schutzie. Apalagi setelah mendengar kata detensi? Well – pingsan jauh lebih baik.

Maka dengan sangat terpaksa teramat sangat very much – Schutzie merelakan diri berbaring di --yaks-- gendongan botak mesum itu. Jari tengah Merlin! Ini tidak lebih baik daripada menghadapi Prefek Distrik sebenarnya. Tapi sudahlah, toh sepertinya si botak mesum ini tak akan berbuat kenistaan lagi. Kalaupun iya, coba saja! Dan Schutzie akan buat perhitungan lebih lanjut pada botak satu itu. Berani pada gadis bar-bar, eh botak?
Lagipula situasi sedang genting sekarang. Lihatlah betapa banyak oknum yang panik dengan insiden ini. Sekali lagi tepuk tangan untuk Schutzie yang sudah sukses menjadi center of interest di hari pertamanya. Mereka-mereka ini begitu baik rupanya. Dan Angela – oh temannya itu sangat perhatian. Schutzie berjanji akan memberikan semua kartu coklat kodoknya pada Angela nanti. Oh – dan McFadden juga – dan Silver --walau dengan berat hati-- harus mendapatkan bentuk penghargaan dari Schutzie.

Kalian harus tahu, betapa berantakannya seorang Schutzie sekarang. Stoking hitam yang melindungi betisnya pasti sobek, raut wajahnya pucat pasi tanpa rona merah di pipi, dan rambutnya awut-awutan karena belum sempat dikuncir. Intinya – Schutzie hanya berharap satu hal. Semoga Senior Black tidak melihat insiden ini. Refleks, Schutzie menyelipkan tangannya ke saku jubah dan ujung-ujung jarinya menyentuh permukaan sapu tangan Toujurs Pur milik Regulus. Lembut. Satu-satunya hal yang bisa membuat Schutzie tak ingat Timothy lagi

-- senyum

Black. Regulus tentu saja, bukan Sirius.



***



Wow. Wow. Wow.

Semakin banyak saja yang bergabung rupanya. Tak hanya sekedar siswa-siswi kurang kerjaan di pagi hari tetapi juga Profesor --tua, Schutzie yakin itu meski hanya mendengar suaranya-- ikut meramaikan halaman kastil pagi ini. Bahkan Professor itu berpetuah bijak – eh meminta penjelasan? Penjelasan yang jujur sekali lagi. Idiot! Tak bisakah ia mencerna penjelesan Silver featuring Bloomberg yang sudah lebih dari cukup itu? Hiks, staff guru yang menyedihkan. Jangan bilang Schutzie akan bertemu dengannya di salah satu kelas nanti. Nightmare.

Prefek Distrik mulai menjelaskan apa yang bisa ditangkap oleh otaknya tadi, tidak terperinci tentu saja dan tidak membantu. Come on Prefek, masa kau tak berbelas kasihan melihat kekacauan yang menimpa dominan kaum Slytherin ini? kau Slytherin bukan, sih? Buka mata lebar-lebar dan lihatlah fakta yang terpampang jelas tanpa perlu di zooming lagi. Dua cecunguk entah-siapa itu datang mengacau tiba-tiba dan melakukan tindak criminal yang bisa mengancam stabilitas asrama Slytherin. Yeah, mereka menyerang ular - dan bukan ular namanya bila tidak menyerang balik. Atau kau mau bilang bahwa Slytherin sekarang berubah menjadi kelompok kaum-kaum yang baik hati dan lemah? Geblek! Andai Schutzie sadar (bocah itu masih mengatupkan mata rapat-rapat berlagak pingsan) ia pasti sudah membantai anak itu dan meminta pertanggung jawaban atas aksi brutalnya. Walaupun dua cecunguk itu berdalih bahwa semuanya hanya gurauan sejenis ‘welcome-new-student’ tapi apakah mereka tidak memaksimalkan fungsi otak dan menarik satu hipotesa bahwa melempar petasan dapat menyebabkan kanker, serangan jantung dan gangguan kehamilan dan janin? Atau mereka memang tidak punya otak, eh?

Silver berkoar-koar lagi, undur diri untuk mengantar Schutzie dan Bau ke rumah sakit. Oke, good boy! Memang lebih baik pergi saja dari hadapan tua bangka satu itu. Bila memang harus menanggung detensi, ya sudah detensi saja. Potong angka Slytherin? Potong saja, tak ada pengaruhnya bagi Schutzie. Tapi tolong jernihkan akal sehatmua, tua bangka! Slytherin are the victim. “Anggap saja saya salah—jika anda memang menginginkannya. In all due respect—boleh hukumannya diatur nanti? Saya benar-benar butuh ke Hoswing. Now would you excuse us, Profesor? Terima kasih.” Yey! Senior Bau akhirnya bersuara juga, dan akhirnya Silver mulai melangkah meninggalkan kerumunan itu. Samar-samar masih terdengar ‘obrolan’ hangat insan-insan di belakang sana. Rupanya Bloomberg berusaha keras meyakinkan si tua bangka agar percaya pada dongengnya, fiuh. Semoga tak berkelanjutan. Dan semoga apapun keputusan tua bangka itu tidak memberatkan Slytherin. It’s a must

-- or?


***



00.12


Melangkah sendiri di bawah remangnya cahaya malam, Schutzie merapatkan jubahnya. Masih tidak percaya sebenarnya, bahwa ia sudah resmi menjadi salah satu murid Hogwarts. Satu hal yang sejak dahulu kala tak pernah diyakini oleh berbagai pihak dan kini menjadi semacam bumerang. Terutama bagi Timothy Axeladet. Kakak ‘tercintanya’ yang senantiasa bercerita pongah tentang bagaimana sistem belajar di Durmstang jauh lebih masuk akal ketimbang pemahaman teori yang disuguhkan Hogwarts. Well – memang begitukah? Jangan tanya, idiot! Schutzie tak tahu.

Seharusnya Schutzie beristirahat di kamarnya sekarang. Itu lebih baik, demi menjaga kestabilan metabolisme tubuhnya yang sangat rapuh akhir-akhir ini. Sedemikian banyak kejadian doen schrikken – diluar dugaan yang sangat berpeluang menyebabkan hipertensi dini bagi Schutzie. Tapi Schutzie masih enggan berbaur dengan teman-teman barunya. Butuh waktu untuk memaksimalkan fungsi otaknya kembali.

Tak sadar ke mana kakinya melangkah, akhirnya Schutzie berhenti. Kembali takjub dan tenggelam oleh belenggu kegelapan malam yang selalu saja mampu membuatnya merasakan hangatnya rumah. Homesick yang menjalari sel-sel tubuhnya pelan-pelan, kini mulai menguap entah ke mana. Satu hal yang tak berubah, langit kala malam --dimanapun kau berada-- akan tetap gelap lengkap dengan sejuta pesona mistisnya.

Rupanya Schutzie berada di dekat danau hitam –ingat Black lagi— dan ternyata ia tak sendirian. Tepat beberapa meter di depannya, nampak siluet yang sangat unpredictable. Seorang lelaki berambut lurus dan berponi sedang bermain dengan seeekor kucing lucu. Itu akan menjadi hal yang sangat biasa anda saja Schutzie tak kenal sosok lelaki itu. Seraya memicingkan mata, Schutzie tanpa sadar melangkah mendekati sosok itu. Dari pembicaraan di kompartemen 7 yang tercuri dengar olehnya -- Schutzie yakin. Itu Amakusa. Gotcha! Schutzie perlu waktu untuk percaya fakta bahwa sosok dingin nan ‘sopan’ yang sempat memberinya sorotan mata tajam tanpa ampun di kompartemen tadi sedang bermain-main dengan kucing. Sedikit masuk akal, bila itu tipikal kucing garong berwarna hitam yang identik dengan sosok seperti Amakusa. Tapi ini, lihatlah betapa lucu dan cantiknya kucing itu.

Andai saja Schutzie belum ‘kenal’ seperti apa Amakusa, ia pasti sudah datang menghampiri dan berceloteh ini itu. But, NO thank you. Ia tak ingin tampak bodoh seperti anak perempuan tambun yang sejak tadi tak diacuhkan oleh Amakusa.

Enjoy it, babe.

Schutzie menahan diri untuk tidak ikut membelai kucing itu, susah memang. Karena ia teringat Frappio, kucing persianya yang meregang nyawa karena improvisasi mantra yang dilontarkan Timothy.

Shit --

Hoi, Amakusa! Aku-sangat-ingin-menyentuh-kucingmu!

Sekali lagi --andai saja-- Schutzie diberi segenap kekuatan dan limpahan rahmat agar mampu melafalkan deretan kata-kata itu.

It’s hard to ignore. Really...


***

Amakusa menoleh terlalu tiba-tiba hingga Schutzie tak bisa menghindari sorot mata tajam milik lelaki Asia itu. Dan detik berikutnya, Amakusa melancarkan sapaan pedasnya seperti biasa yang sangat ‘Amakusa’ sekali. Ini di luar prediksi Schutzie. Kenapa tidak 'menyapa' anak lain saja sih, Amakusa itu? Bukankah lebih rasional bila seorang Amakusa diam saja --tak perduli-- dan Schutzie juga akan segera meninggalkan tempat itu dengan damai? Tapi okelah. Amakusa yang mulai, maka Schutzie tak punya pilihan selain meladeni. Sekali lagi, ini tidak wajar sebenarnya. Sangat.

“Masih punya sedikit gairah berinteraksi rupanya, Mister? Apapun yang ingin aku lakukan, bukan urusanmu! Kalaupun iya, aku yakin cumi-cumi lebih baik daripada Anda, Mister err – Amakusa, right?,” balas Schutzie dengan nada datar. Tanpa menatap Amakusa, pandangannya lurus ke titik paling jauh di seberang danau. Berusaha menunjukkan mimik tidak tertarik sama sekali padahal nalurinya sudah berontak ingin membelai kucing cantik milik Amakusa yang sedikit lagi bisa dijangkaunya. Entah mukjizat darimana yang bisa membuatnya berani membalas ‘sapaan hangat’ Amakusa tadi. Oh my God! Schutzie sangat yakin sepertinya akan ada pertumpahan darah sebentar lagi. Untuk orang seperti Amakusa, susah untuk tidak memutilasi tipikal gadis kecil seperti Schutzie yang --mengakulah-- sukses membuat darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun.

Tapi melangkah pergi juga bukan pilihan yang baik. Tentu saja itu akan membuat Amakusa berada di atas angin. Menang telak tanpa perlawanan. No way! Schutzie tak mau dianggap gadis cemen yang hanya mampu melafalkan deretan stuff-stuff branded atau berbagai macam alat kosmetik. NO MORE, dude. Karena asal kau tahu saja, saat ini Schutzie sedang dalam tahap metamorphoself dimana ia bertekad bulat untuk mengubah stempel ‘Miss aanhankelijk’ menjadi ‘Super duper zelfstandig zijn Miss’. Tak tahu artinya? Enyah saja kau dari galaksi Bima Sakti ini.

Sadarkah kau Amakusa? Tingkahmu sangat membantu tahap metamorphoself ini.

Percayalah.

***

What the hell, yeah?

Apa-kau-bilang-tadi??

Winter-ball?

Dengan-mu?

Setelah semua yang kau lakukan padaku, eh?

Schutzie tertawa. Bukan tersenyum malu-malu tapi mau a la putri keraton. Tapi tertawa dengan mulut terbuka lebar dan sangat mampu memenangkan audisi ‘siapa paling mirip Troll kesurupan’ di seantero Hogwarts. Huahahaha. Oke. Stop it! Ingat pendidikan manner, Schutzie. So, perlukah Schutzie berteriak pada semesta bahwa ini sangat tidak wajar, Amakusa idiot? Atau lelaki di depannya ini memang sudah kehabisan stok cercaan sampai-sampai sedemikian begonya melontarkan candaan yang bisa saja menjadi bumerang, eh?

“…….kau yakin aku tetap tak lebih baik dari cumi-cumi kalau aku mengajakmu ke Winter Ball?"

Shit. Kenapa bayangan Black semata yang berkelebat di benaknya? Senyumnya. Tatapannya. Suaranya. Auranya. Pesonanya. Schutzie memejamkan matanya dan mulai berkomat-kamit layaknya dukun santet siap pelet. Wahai Mister yang berada di hadapanku saat ini, segeralah berubah menjadi sosok Black. Regulus tentu saja. Bukan Sirius.

Tadaaaa!!!

Bodoh. Idiot. Autis. Black sudah punya err – Skater (board) kalau tidak salah? Atau McFadden? Atau, senior Shaula di kompartemen tadi? Perih sekali lagi menghantam dada Schutzie. Tepat dimana seharusnya jantungnya berada. Okelah, bila sakit seperti ini rasanya, mungkin bermain-main akan sedikit lebih baik.

Ayolah, Schutzie tahu Amakusa bercanda. Tapi ‘menggila’ sedikit tak berdosa kan? Lagipula, Schutzie juga penasaran bagaimana reaksi gadis Asia yang sejak tadi memandang penuh harap ke arah Amakusa dan mengajak Amakusa menjadi pasangan dansanya. Gadis idiot! Tidakkah kau lihat bahwa lelaki yang kau puja itu tak tertarik dengan tatapan sendu tipikal pengemis-minta-sumbangan itu? Tentu masih banyak lelaki lain yang ‘pantas’ bersanding denganmu, Nona. Andai saja kau tahu isi otak Amakusa tak lebih hanya bagaimana-caranya-mencemooh-dengan-sopan. What a pitty you are, Miss!

“Well – aku tak tahu bila belum mencoba. Berani membuktikannya?,” deretan kata-kata barusan membuat Schutzie nyaris muntah. Hello? Bagaimana bisa ia menjawabnya dengan sedemikian ‘tidak berkualitas’? Masih ada banyak jawaban yang jauh rasional ketimbang kata-kata ‘kampungan’ tadi. God! Tolong. Otak Schutzie mampet. Totally macet. Terserahlah apa pendapat Amakusa tentangnya. Mau dibilang bermulut comel, silahkan. Menganggap Schutzie gadis nista penggoda om-om juga tak masalah.

Yang jelas, hasrat itu masih untuknya. Black seorang.

***

Viola! Benar dugaan Schutzie, gadis Asia yang begitu memuja Amakusa itu, tampak terguncang mendengar pernyataan Schutzie barusan. Cemburu, eh Miss? Tenang saja, Schutzie tidak akan pernah terpesona pada Amakusa. Well – kecuali bila Schutzie sudah dibawa pengaruh mantra apa namanya, kemudian matahari terbit dari selatan dan bintang-bintang berwarna merah jambu. The point – never. Forever. Amakusa? Gak lah yauw. Dan Schutzie juga sudah menebak bahwa lelaki yang berdiri di depannya ini memang seorang pengecut cap kaleng tikus. Tak bernyali dibandingkan dengan cumi-cumi, eh Mister Amakusa?

"Kau tahu persis aku tak serius, Miss?"

Schutzie tak merasa perlu menjawab pertanyaan retoris itu. Tentu saja idiot! Kau pikir Schutzie juga serius? Tunggulah sampai Slytherin berganti lambang jadi boneka Barbie baru seorang Schutzie menerima ajakan ‘absurd’ itu. Dan bila lelaki itu pikir bahwa seorang Schutzie kecewa karena ajakan tadi hanya sebuah lelucon basi, maka dia salah total. Karena seperti yang seluruh dunia tahu, kan? Schutzie hanya akan sujud syukur dan mencium lambang Salazar Slytherinnya dengan khidmat bila REGULUS BLACK yang ada di hadapannya saat ini. Bukan Amakusa.

Selesai. Minum susu – cuci kaki – gosok gigi – berdoa – tidur. Schutzie baru saja hendak melangkah pergi dan berniat melakukan ritualnya itu ketika ekor tiba-tiba matanya menangkap sosok seorang gadis Asia --lagi-- datang mengendap-endap dan memberi tanda Ssst agar Schutzie tak buka mulut. Dan detik berikutnya gadis Asia itu menutup mata Amakusa. Persis seperti apa yang kerap Schutzie lakukan pada Timothy. Fine. Rupanya semua orang nyaris bersekongko untuk membuat Schutzie semakin homesick dan tak betah berada di Hogwarts.

Amakusa berbalik. Schutzie yakin Mister Meong itu pasti mencak-mencak marah dan mengobral sumpah serapahnya. Tapi. Keliru. Amakusa menatap gadis itu dengan tatapan berbeda. Schutzie bisa melihat ada satu hal yang rumit di mata Amakusa. Entah apa. Bukan urusan Schutzie dan Schutzie tak mau tahu. Come on, sejak kapan seorang Schutzie peduli pada Senior Mister Amakusa yang terhormat? Tanpa menoleh lagi, Schutzie meninggalkan orang-orang itu. Tak perduli pada sebuah tongkat yang melayang di atas kepalanya. Entah mengarah ke mana. Itu tak penting.

Sekali lagi,

Selesai. Minum susu – cuci kaki – gosok gigi – berdoa – tidur

***

00.05

Kamis, 14 Agustus 2008

I am Schutzie ...

I am the total package - suave, sexy, smart, and strong.
I have the whole world under my spell, and I can influence almost everyone I know. I don't always resist my urges to crush the weak. Just remember, they don't have as much going for them as I do.

I am
very open. I communicate well, and I connect with other people easily.
I am a naturally creative person. Ideas just flow from my mind.
A true chameleon, I am many things at different points in mylife. I am very adaptable.

I am truly an original person. I have amazing ideas, and the power to carry them out. Success comes rather easily for me... especially in business and academia. Some people find me to be selfish and a bit overbearing. I’m a strong person.

I am a very lucky person. Things just always seem to go my way.
And because I’am so lucky, I don't really have a lot of worries. I just hope for the best in life. I sometimes a little guilty of being greedy. Spread my luck around a little to people who need it.

I am a seeker. I often find myself restless - and I have a lot of questions about life. I tend to travel often, to fairly random locations. I am most comfortable when I far away from home. I am quite passionate and easily tempted. My impulses sometimes get me into trouble.

I am incredibly wise and perceptive. I have a lot of life experience.
I am a natural peacemaker, and I am especially good at helping others get along. But keeping the peace in my own life is not easy. I see things very differently, and it's hard to get me to budge.

I tend to be pretty tightly wound. It's easy to get my excited... which can be a good or bad thing. I have a lot of enthusiasm, but it fades rather quickly. I don't stick with any one thing for very long. I have the drive to accomplish a lot in a short amount of time. My biggest problem is making sure I finish the projects I start.

I am friendly, charming, and warm. I get along with almost everyone.
I work hard not to rock the boat. My easy going attitude brings people together. At times, I can be a little flaky and irresponsible. But for the important things, I pull it together.

I am wild, crazy, and a huge rebel. I always up to something.
I have a ton of energy, and most people can't handle me. I am very intense.
I definitely are a handful, and I likely to get in trouble. But my kind of trouble is a lot of fun.

I am full of energy. I am spirited and boisterous. I am bold and daring. I am willing to do some pretty outrageous things. My high energy sometimes gets me in trouble. I can have a pretty bad temper at times.

I am very intuitive and wise. I understand the world better than most people. I also have a very active imagination. I often get carried away with my thoughts. I am prone to a little paranoia and jealousy. I sometimes go overboard in interpreting signals.

I am usually the best at everything ... I strive for perfection. I am confident, authoritative, and aggressive. I have the classic "Type A" personality.

I am balanced, orderly, and organized. I like my ducks in a row. I am powerful and competent, especially in the workplace. People can see me as stubborn and headstrong. I definitely have a dominant personality.

I am confident, self assured, and capable. I am not easily intimidated. I master any and all skills easily. I don't have to work hard for what Iwant. I make my life out to be exactly how I want it.

And I'll knock down anyone who gets in myway!
Coz I am SLYTHERIN


23.43


[Nama -- Panggilan]: Schutzie Serenadet Macbeth -- Schutz, Zie, Susi (Timothy only)
[Status Darah]: half-blood
[Tempat dan Tanggal Lahir]: Deen Hag 24 Mei 1964
[Suku Bangsa Karakter]: Indonesia - blasteran Belanda
[Asrama]: SLYTHERIN
[Tahun Masuk Hogwarts]: 1976 -1977
[Peliharaan]: edit soon
[Tongkat sihir]: Hawthorn, 29 1/4 senti - inti bulu Puffskien
[Sapu terbang]: next year, maybe
[Posisi di Tim Quidditch]: next year, I hope



Latar Belakang Keluarga
[Nama Ayah]: Kevin Peverall Macbeth (Pureblood)
[Nama Ibu]: Suzanna Tribanowati (Muggle)
[Nama Saudara]: Timothy Axeladet Macbeth (half-blood)

dari pihak Ayah:
Kakek: Sr. Macbeth Loevick (pureblood)
Nenek: Bernadetta Xcixorius (pureblood)
Tante: Veloxia Schalaham Macbeth (pureblood)

dari pihak Ibu :
Kakek: Triadmodjoe (Muggle)
Nenek: Hapsari Kusumadewi (Muggle)


[Latar Belakang Keluarga]:
Kevin Macbeth adalah pureblood keturunan Belanda yang sangat terpandang. Hanya saja, ia menikah dengan Muggleborn – Sussana sehingga namanya dicoret dari garis keluarga Macbeth. Ia mulai meniti kehidupannya yang baru di Indonesia, bekerja di Kementrian Sihir Departemen Penegakan Hukum Sihir. Sedangkan Susanna bekerja di Departemen Kerja-Sama Sihir Internasional.

Kevin dan Susanna mempunyai dua anak yaitu Timothy dan Schutzie. Timothy yang usil, tampan dan kadang-kadang tegas itu bersekolah di Durmstang Institut dan sudah menginjak tahun ke-3. Sedangkan Schutzie kecil yang manja baru akan memulai tahun pertamanya di Hogwarts.


Data Personal
[Personaliti Karakter]:
Schutzie adalah sosok gadis kecil manja dan sangat dekat dengan Ayah-Bundanya. Namun dibalik kemanjaannya itu, ia adalah gadis yang selalu ingin tahu dan mau belajar. Sangat kritis dalam berkomentar, dan sedikit judes bila kau mulai mengajaknya adu mulut. Ia sangat sering bertengkar dengan kakaknya – Tim. Sekaligus sangat dekat dengannya. Selalu ingin berteman dengan siapapun. Sangat percaya diri dan selalu ingin jadi yang nomor satu. Cenderung agresif bila berada di dekat cowok tampan. Suka keramain, enerjik, dan tak suka gelap.

[Bakat dan Kekurangan]:
Memiliki bakat yang spesial di bidang seni, pertahanan terhadap ilmu hitam dan terbang. Sangat teledor dalam hal menghapal mantra transfigurasi, dan angka-angka Arithmancy.

Keterangan Lain
Nothing. Just ordinary girl. In extraordinary world.

22.38